Aula Emas bergemerlapan. Cahaya lilin menari di atas lantai marmer, memantulkan kemewahan yang membungkus setiap sudut istana. Namun, kemew...

Harus Baca! Janji Yang Kuterima Sebagai Luka Harus Baca! Janji Yang Kuterima Sebagai Luka

Harus Baca! Janji Yang Kuterima Sebagai Luka

Harus Baca! Janji Yang Kuterima Sebagai Luka

Aula Emas bergemerlapan. Cahaya lilin menari di atas lantai marmer, memantulkan kemewahan yang membungkus setiap sudut istana. Namun, kemewahan itu terasa hampa, tercekik oleh aura intrik dan kekuasaan yang menguar dari setiap sudut. Di antara para pejabat dengan tatapan setajam belati, Kaisar Li Wei berdiri, gagah namun dingin. Di sisinya, berdiri Permaisuri Mei Lan, anggun dalam gaun sutra merah delima, namun matanya menyimpan lautan rahasia.

Hubungan mereka adalah PERMAINAN. Cinta yang dijanjikan di bawah pohon sakura kini hanya menjadi alat, senjata untuk memenangkan perebutan takhta. Li Wei, yang ambisinya membara, melihat Mei Lan sebagai pion berharga, istri yang kehadirannya menjamin legitimasi kekuasaannya. Mei Lan, yang semula mencintai Li Wei dengan segenap jiwa, kini merasakan setiap janji yang diucapkan sang kaisar sebagai luka yang menganga.

"Mei Lan," bisik Li Wei di suatu malam yang sunyi, suara rendahnya merayu sekaligus mengancam, "kau adalah satu-satunya alasan aku melakukan semua ini. Demi kita, demi masa depan kerajaan."

Mei Lan membalas tatapannya. "Masa depan kerajaan yang kau maksud adalah masa depan KAU, Li Wei. Dan aku… aku hanya bagian dari rencanamu." Bibirnya membentuk senyum pahit. "Setiap janji yang kau ucapkan, hanya menjadi rantai yang mengikatku."

Hari-hari berlalu dalam ketegangan. Bisikan pengkhianatan berdesir di balik tirai sutra. Pejabat-pejabat berbisik tentang aliansi tersembunyi, perebutan pengaruh, dan perebutan warisan takhta. Mei Lan, yang selama ini dianggap lemah dan bergantung pada Li Wei, ternyata memiliki kekuatan tersembunyi. Dia mengamati, menganalisis, dan menyusun rencana. Senyumnya menjadi semakin jarang, namun matanya berkilat dengan tekad yang membara.

Saat malam puncak perayaan musim gugur tiba, Mei Lan melancarkan aksinya. Dengan anggun dia menari di hadapan kaisar dan para pejabat, setiap gerakan memancarkan keanggunan sekaligus bahaya. Kemudian, dengan senyum yang membekukan darah, dia mengangkat gelas anggur dan bersulang.

"Untuk kaisar... dan untuk keadilan yang terlambat datang."

Anggur itu, yang semula tampak merah membara, berubah menjadi maut. Li Wei, yang meminumnya dengan penuh percaya diri, jatuh berlutut. Racun itu bekerja dengan cepat dan mematikan. Aula Emas menjadi sunyi senyap, hanya terdengar isak tangis beberapa selir dan bisikan ketakutan para pejabat.

Mei Lan berdiri tegak, gaun sutra merah delimanya kini seperti berlumuran darah. Tatapannya tertuju pada tubuh Li Wei yang tergeletak di lantai. Tidak ada penyesalan, hanya kepuasan yang dingin.

"Kekuasaan memang membutakan," bisiknya, suaranya bergema di seluruh aula. "Dan balas dendam... manis rasanya."

Ratu yang semula diperbudak cinta, kini menjadi ratu yang membalas dendam. Istana yang semula menjadi saksi cinta dan janji, kini menjadi saksi pengkhianatan dan kematian.

Dan di bawah langit malam yang gelap, istana menunggu... permainan baru dimulai.

You Might Also Like: 167 Dan Nathan Bio Age Height Education

0 Comments: