Kabut lembut merayapi Istana Giok yang megah, seputih gaun pengantin yang tak pernah dikenakan. Di tengahnya, berdiri Ratu Lian, siluet an...

Ini Baru Drama! Ratu Itu Berdoa Dalam Hujan, Tapi Air Matanya Lebih Deras Ini Baru Drama! Ratu Itu Berdoa Dalam Hujan, Tapi Air Matanya Lebih Deras

Ini Baru Drama! Ratu Itu Berdoa Dalam Hujan, Tapi Air Matanya Lebih Deras

Ini Baru Drama! Ratu Itu Berdoa Dalam Hujan, Tapi Air Matanya Lebih Deras

Kabut lembut merayapi Istana Giok yang megah, seputih gaun pengantin yang tak pernah dikenakan. Di tengahnya, berdiri Ratu Lian, siluet anggunnya tercetak di kanvas hujan yang tak berkesudahan. Setiap tetes yang jatuh adalah bisikan kenangan, mengalir dari langit yang menangisi cintanya yang hilang.

Lian berdoa bukan pada Dewa Langit, tapi pada kenangan Pangeran Bai, cintanya yang hanya bersemi dalam mimpi-mimpi musim semi. Bai, yang wajahnya hanya terlukis di ingatan, suaranya hanya terdengar dalam angin, hadirnya hanya terasa dalam sunyi. Apakah dia benar-benar ada, atau hanya khayalan yang indah, ilusi yang dipelihara hati yang kesepian?

Hujan semakin deras, menenggelamkan istana dalam samudra kaca. Air mata Lian bercampur dengan air hujan, sungai duka yang mengalir tanpa henti. Setiap kilat adalah sepenggal adegan, fragmen tawa Bai, sentuhan tangannya yang hangat, janji-janji yang dilukiskan di atas sutra malam.

"Bai… apakah kau nyata?" bisiknya pada angin, pada keheningan yang pekat.

Tiba-tiba, seberkas cahaya menembus kabut, menyingkap sebuah lukisan tersembunyi di balik dinding istana. Di sana, terpampang wajah Bai, identik dengan yang ada di benak Lian. Namun, ada sesuatu yang berbeda – luka sayatan tipis di pipinya, luka yang sama persis dengan luka yang membekas di cermin istana, cermin yang konon mampu merekam jiwa seseorang.

Seorang pelayan tua mendekat, wajahnya pucat. "Yang Mulia… Pangeran Bai adalah ilusi yang diciptakan oleh cermin itu. Cermin itu menyerap cinta dan kerinduan Anda, memanifestasikannya menjadi sosok yang Anda impikan. Luka itu… adalah pantulan dari luka Anda sendiri."

Lian terhuyung. Segalanya menjadi jelas, kejam. Cinta yang ia puja selama ini hanyalah bayangan, pantulan dari kerinduan hatinya yang terdalam. Lukisan itu, cermin itu, adalah bukti dari cinta yang tak pernah ada, tapi rasa sakitnya terlalu nyata.

Keindahan ilusi itu… telah menghancurkanku.

Dan bisikan itu masih terdengar, "Cermin itu… masih menyimpan rahasia lain…"

You Might Also Like: Flickr Explore And How To Get Explored

0 Comments: