Kabut tebal menyelimuti Jalan Gading setiap pagi. Di sanalah, di kedai kopi kecil milik Nenek Lin, aku, Meilin, biasa menghabiskan waktu se...

SERU! Kau Datang Dengan Sepeda Tua, Tapi Membuat Jantungku Berpacu Lebih Cepat SERU! Kau Datang Dengan Sepeda Tua, Tapi Membuat Jantungku Berpacu Lebih Cepat

SERU! Kau Datang Dengan Sepeda Tua, Tapi Membuat Jantungku Berpacu Lebih Cepat

SERU! Kau Datang Dengan Sepeda Tua, Tapi Membuat Jantungku Berpacu Lebih Cepat

Kabut tebal menyelimuti Jalan Gading setiap pagi. Di sanalah, di kedai kopi kecil milik Nenek Lin, aku, Meilin, biasa menghabiskan waktu sebelum jam kerja. Aroma kopi dan roti kacang selalu berhasil menarikku dari mimpi buruk yang semakin sering datang menghantui. Mimpi tentang padang bunga aprikot, sungai berdarah, dan seorang pria dengan senyum sinis.

Namun, pagi ini berbeda.

Sebuah sepeda tua berderit di depan kedai. Seorang pria muda, dengan rambut hitam legam dan mata seteduh danau di musim gugur, turun dari sepedanya. Dia tersenyum padaku. Sebuah senyum yang…FAMILIAR.

"Selamat pagi," sapanya. "Aku Chen, pengantar surat."

Chen… nama itu memantik sesuatu dalam diriku. Sesuatu yang sakit, yang pedih, yang penuh dendam.

Setiap hari, Chen datang ke kedai Nenek Lin. Dia selalu memesan kopi hitam tanpa gula, persis seperti… seperti pria dalam mimpiku. Semakin sering aku melihatnya, semakin tajam ingatanku. Aku melihat kilasan-kilasan kehidupan lampau:

  • Aku adalah seorang putri, Hua Meilin, yang mencintai seorang jenderal bernama Chen Yuan.
  • Chen Yuan berkhianat, meracuniku demi takhta.
  • Dunia aprikot yang indah itu menjadi saksi bisu kematianku.

Ingatan itu menyakitkan, tapi juga MEMBEBASKAN. Aku tahu siapa dia. Aku tahu apa yang dia lakukan.

Chen, atau Chen Yuan di kehidupan sebelumnya, tidak mengingat apa pun. Dia hanyalah seorang pemuda biasa, baik hati, dan selalu tersenyum. Tapi aku tidak bisa melupakan pengkhianatannya.

Suatu hari, Chen bercerita tentang mimpinya. Dia bermimpi tentang padang bunga aprikot, seorang wanita yang memanggil namanya dengan nada terluka. Aku tahu, dia mulai mengingat.

Saat itulah aku membuat keputusan.

Perusahaan tempatku bekerja sedang mencari investor baru untuk proyek ambisius. Chen Yuan, sebagai Chen, bekerja di sebuah perusahaan kecil yang kesulitan. Aku memiliki kekuatan untuk membantunya… atau menghancurkannya.

Aku memilih yang terakhir.

Aku merekomendasikan perusahaan lain. Perusahaan yang akan menggilas perusahaan Chen. Perusahaan yang akan membuatnya bangkrut. Bukan dengan racun, bukan dengan pedang, tapi dengan keputusan bisnis. Balas dendam yang halus, dingin, dan mematikan.

Chen tidak menyalahkanku. Dia hanya tersenyum sedih. "Mungkin… ini memang takdirku," ujarnya.

Dia berhenti datang ke kedai Nenek Lin. Kabut di Jalan Gading terasa semakin tebal.

Suatu sore, aku menemukan sebuah surat di depan pintu rumahku. Tanpa nama pengirim. Di dalamnya terdapat sehelai bunga aprikot yang sudah layu. Di baliknya tertulis: "Aku akan menunggumu di bawah pohon aprikot."

Seribu tahun kemudian, dan cerita kita…baru saja dimulai.

You Might Also Like: Jual Produk Skincare Lotase Original

0 Comments: