Angin dingin menyapu Istana Jade, sama dinginnya dengan hati Mei Lan. Dulu, ia adalah bunga terindah di taman kekaisaran, harumnya semerbak...

Drama Seru: Pedang Itu Menghapus Luka Ratu, Tapi Juga Menghapus Kehidupannya Drama Seru: Pedang Itu Menghapus Luka Ratu, Tapi Juga Menghapus Kehidupannya

Drama Seru: Pedang Itu Menghapus Luka Ratu, Tapi Juga Menghapus Kehidupannya

Drama Seru: Pedang Itu Menghapus Luka Ratu, Tapi Juga Menghapus Kehidupannya

Angin dingin menyapu Istana Jade, sama dinginnya dengan hati Mei Lan. Dulu, ia adalah bunga terindah di taman kekaisaran, harumnya semerbak cinta Kaisar. Dulu, ia adalah permaisuri yang dicintai, senyumnya secerah mentari pagi. Sekarang, ia hanya Ratu Terbuang, bayangan di balik tirai kekalahan.

Cinta Kaisar, dulu terasa bagai madu, kini terasa bagai racun yang membakar jiwa. Kekuasaan yang ia raih dengan pengorbanan, kini terasa bagai rantai besi yang mengikatnya. Ia dikhianati, direnggut segalanya. Bukan hanya tahta, tapi juga kehormatan dan kebahagiaan.

Namun, di kedalaman jurang keputusasaan, sebuah tunas mulai tumbuh. Sebuah tunas bernama KEBANGKITAN.

Mei Lan bukan lagi bunga yang merindu matahari. Ia adalah mawar berduri, yang keindahannya menyembunyikan racun mematikan. Ia mulai belajar, menyerap ilmu dari para ahli strategi yang dibuang, mengasah pedang di tengah malam yang sunyi. Gerakannya anggun, bagai tarian maut. Tatapannya lembut, namun menyimpan bara dendam yang membara tanpa api.

Bukannya amarah yang membabi buta, ia membalas dendam dengan ketenangan seorang ratu. Ia memainkan bidak catur politik dengan lihai, memutarbalikkan aliansi, menyingkirkan musuh satu per satu. Senyum manisnya adalah topeng yang menutupi rencana kejamnya. Suaranya lembut menenangkan, tetapi ucapannya adalah racun mematikan.

Setiap malam, Mei Lan berlatih pedang. Di bawah sinar rembulan, ia menari dengan bilah besi, setiap tebasan adalah kenangan yang terhapus, setiap tusukan adalah luka yang terbalaskan. Pedangnya bukan hanya senjata, tapi juga simbol pembebasan.

Akhirnya, tiba saatnya. Istana Jade bergemuruh. Pasukan pemberontak, yang dipimpin oleh Mei Lan, mengepung singgasana Kaisar. Tidak ada teriakan, tidak ada amukan. Hanya ketenangan yang mencekam.

Kaisar, yang dulu mencintainya, kini menatapnya dengan ketakutan. "Mei Lan… jangan…"

Mei Lan tersenyum. Senyum yang dulu menghiasi Istana Jade, kini terasa dingin dan mematikan. "Dulu, aku adalah korbanmu. Sekarang, aku adalah keadilan."

Pertempuran berakhir. Darah mengalir, tetapi Mei Lan tidak merasakan apa-apa. Ia hanya berdiri di puncak singgasana, memegang pedang yang berlumuran darah. Luka-lukanya telah terhapus, tetapi ia tahu, ia telah kehilangan sesuatu yang tak akan pernah kembali.

Ia melangkah keluar istana, meninggalkan tahta yang penuh noda. Ia berjalan menuju fajar yang menyingsing, meninggalkan masa lalunya di balik kegelapan.

Di ujung cakrawala, ia menghirup udara segar, merasakan angin menerpa wajahnya.

Dan di detik itu, Mei Lan akhirnya mengerti, bahwa tahtanya yang sesungguhnya bukanlah singgasana kekaisaran, melainkan… ketenangan jiwanya sendiri.

You Might Also Like: Interpretasi Mimpi Menangkap Harimau

0 Comments: